Selasa, 10 November 2009

HARTA DAN KEPEMILIKANNYA DALAM ISLAM

A. Pendahuluan
Sudah sejak dahulu kala (ribuan tahun yang lalu) sampai zaman sekarang, manusia tidak bisa meninggalkan interaksi dengan harta/kekayaan (al-maal). Dalam ajaran Islam memiliki harta adalah hak setiap orang. Untuk mengatur pengelolaan harta agar mempunyai maslahat (manfaat) bagi orang lain maupun lingkungan sekitar, Islam memberikan beberapa aturan dan rambu-rambu yang tegas. Allah SWT menggambarkan kecintaan manusia terhadap harta dalam Q.S. Ali-Imran ayat 14: ”Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak [unta, lembu, kambing dan biri-biri] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”
Realitas sifat manusiawi cinta pada harta sebenarnya juga terjadi pada diri nabi-nabi pada umumnya, ketika kita melihat praktek kehidupan; yang tentu dengan batasan dan arah yang dibenarkan oleh Allah. Kecintaan Nabi kepada isteri atau isteri-isterinya; pakaian, makanan, kuda, unta, dan lainnya yang tergolong paling bagus; juga menunjukkan realitas sifat manusiawi yang netral ini.
Dalam pengelolaan harta tersebut, Ekonomi Islam yang merupakan rahmatan lil alamin, kembali bangkit menorehkan Blue Print-nya. Keberadaannya sangat penting untuk memenuhi tuntutan masyarakat akan kegagalan ekonomi konvensional. Bahkan, Ekonomi islam memiliki prinsip dan karakteristik yang berbeda dengan sistem sekuler yang menguasai dunia saat ini.
Sebenarnya, Ekonomi islam adalah bagian dari sistem islam yang bersifat umum yang berlandaskan pada prinsip pertengahan dan keseimbangan yang adil (tawadzun). Islam, menyeimbangkan kehidupan antara dunia dan akhirat, antara individu dan masyarakat. Keseimbangan antara jasmani dan rohani, antara akal dan hati dan antara realita dan fakta merupakan keseimbangan yang ada dalam individu. Sedangkan dalam bidang ekonomi, islam menyeimbangkan antara modal dan aktivitas, antara produksi dan konsumsi, dan sebagainya.
Adapun nilai pertengahan dan keseimbangan yang terpenting, yang merupakan karya Islam dalam bidang ekonomi selain masalah harta adalah Hak Kepemilikan (Ownership Rights). Dalam memandang hak milik ini islam sangat moderat. Dan sangat bertolak belakang dengan sistem kapitalis yang menyewakan hak milik pribadi, sistem sosialis yang tidak mengakui hak milik individu.
Meskipun demikian, Masalah hak milik merupakan sebuah kata yang amat peka, dan bukan sesuatu yang amat khusus bagi seorang manusia. Oleh karena itu, Islam sangat mengakui adanya kepemilkan pribadi disamping kepemilikan umum. Dan menjadikan hak milik pribadi sebagai dasar bangunan ekonomi. Dan Itu pun akan terwujud apabila ia berjalan sesuai dengan aturan ALLAH swt, misalnya adalah memperoleh harta dengan jalan yang halal. Islam melarang keras kepemilikan atas harta yang digunakan untuk membuat kezaliman atau kerusakan di muka bumi.

B. HARTA
1. Pengertian Harta
Di dalam kamus Lisanul-’Arab karya Ibnu Manzur diterangkan bahwa kata مال (harta) berasal dari kata kerja موّ ل ، ملت ، تما ل ، ملت . Jadi, harta ما ل) ) didefinisikan sebagai "segala sesuatu yang dimiliki’. Berkata Sibawaihi, "Diantara bentuk imalah yang asing dalam bahasa Arab ialah مال)) (maal) yang bentuk jamaknya أموال (amwaal).
Dalam Mukhtar al-Qamus, kata al-maal berarti ’apa saja yang dimiliki’, kata tamawwalta (تموّلت) berarti ’harta kamu banyak karena orang lain’, dan kata multahu (ملته) berarti ’kamu memberikan uang pada seseorang’. Di dalam kamus al-Muhith dijelaskan bahwa maal itu ialah apa saja yang kamu miliki, sedangkan dalam Mu’jam al-Wasith, maal itu ialah segala sesuatu yang dimiliki seseorang atau kelompok, seperti perhiasan, barang dagangan, bangunan, uang, dan hewan.
Jadi pengertian harta (maal) dalam bahasa Arab ialah apa saja yang dimiliki manusia. Kata maal itu sendiri berakar dari kata dan frase: مول ، ملت ، لت تموّ ، تمو
Dalam alQuran, yang dimaksud dengan maal (harta) itu berbeda-beda sesuai dengan tempat di mana kata-kata itu disebutkan. Akan tetapi, makna maal (harta) secara umum ialah segala sesuatu yang disukai manusia, seperti hasil pertanian, perak atau emas, ternak, atau barang-barang lain yang termasuk perhiasan dunia. Adapun tujuan pokok dari harta itu ialah membantu untuk memakmurkan bumi dan mengabdi pada Allah.
Dalam Ensiklopedi Hukum Islam disebutkan bahwa harta secara logawi berarti condong atau berpaling dari tengah ke salh satu sisi. Lebih lanjut, harta adalah segala sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka pelihara, baik dalam bentuk materi ataupun dalam bentuk manfaat.
Dari berbagai pendapat ulama, dapat disimpulkan tentang pengertian harta/hak milik:
1. sesuatu itu dapat diambil manfaat
2. sesuatu itu mempunyai nilai ekonomi
3. sesuatu itu secara ’uruf (adat yang benar) diakui sebagai hak milik
4. adanya perlindungan undang-undang yang mengaturnya.
2. Konsep Islam Tentang Harta
a. Harta adalah anugerah dari Allah yang harus disyukuri.
Tidak semua orang mendapatkan kepercayaan dari Allah swt. untuk memikul tanggung jawab amanah harta benda. Karenanya, ia harus disyukuri sebab jika mampu memikulnya, pahala yang amat besar menanti.
b. Harta adalah amanah dari Allah yang harus dipertanggungjawabkan.
Setiap kondisi – entah baik ataupun buruk -- yang kita alami sudah menjadi ketentuan dari Allah swt, dan mesti kita hadapi secara baik sesuai dengan keinginan yang memberi amanah. Harta benda yang dititipkan kepada kita juga demikian. Di balik harta melimpah, ada tanggung jawab dan amanah yang mesti ditunaikan. Harta yang tidak dinafkahkan di jalan Allah akan menjadi kotor, karena telah bercampur bagian halal yang merupakan hak pemiliknya dengan bagian haram yang merupakan hak kaum fakir, miskin, dan orang-orang yang kekurangan lainnya
c. Harta adalah ujian.
Yang jadi ujian bukan hanya kemiskinan, tetapi kekayaan juga merupakan ujian. Persoalannya bukan pada kaya atau miskin, tetapi persoalannya adalah bagaimana menghadapinya. Kedua kondisi itu ada pada manusia, yang tujuannya dibalik itu cuma satu, yaitu Allah ingin mengetahui siapa yang terbaik amalannya. Bagi yang berharta, tentunya, ada kewajiban-kewajiban yang mesti dilakukan terhadap harta itu.
d. Harta adalah hiasan hidup yang harus diwaspadai.
Allah Swt. menciptakan bagi manusia banyak hiasan hidup. Keluarga, anak, dan harta benda adalah hiasan hidup. Dengannya, hidup menjadi indah. Namun, patut disadari bahwa pesona keindahan hidup itu sering menyilaukan hingga membutakan mata hati dan membuat manusia lupa kepada-Nya, serta lupa kepada tujuan awal penciptaan hiasan itu.
e. Harta adalah bekal beribadah.
Tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah Swt. Karenanya, segenap perangkat duniawi, baik yang meteril maupun yang non materil, tercipta sebagai sarana yang bisa digunakan manusia untuk beribadah. Kekayaan adalah salah satu sarana ibadah. Ia bukan hanya menjadi ibadah kala dinafkahkan di jalan Allah, ia bahkan sudah bernilai ibadah kala manusia dengan ikhlas mencari nafkah untuk keluarganya dan selebihnya untuk kemaslahatan umat. Jika harta dipergunakan sebaik-baiknya, pahala yang amat besar menanti. Namun jika tidak, siksa Allah amatlah pedih .

C. HAK MILIK
1. Pengertian Hak Milik
Konsep Dasar kepemilikan dalam islam adalah firman Allah SWT “Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki….”(Qs. Al-Baqarah : 284).
Para Fuqaha mendefinisikan kepemilikan sebagai ” kewenangan atas sesuatu dan kewenangan untuk menggunakannya/memanfaatkannya sesuai dengan keinginannya, dan membuat orang lain tidak berhak atas benda tersebut kecuali dengan alasan syariah”.
Ibn Taimiyah mendefinisikan sebagai “ sebuah kekuatan yang didasari atas syariat untuk menggunakan sebuah obyek, tetapi kekuatan itu sangat bervariasi bentuk dan tingkatannya. “ Misalnya, sesekali kekuatan itu sangat lengkap, sehingga pemilik benda itu berhak menjual atau memberikan, meminjam atau menghibahkan, mewariskan atau menggunakannya untuk tujuan yang produktif. Tetapi, sekali tempo, kekuatan itu tak lengkap karena hak dari sipemilik itu terbatas.
2. Konsep Islam tentang Hak milik
a. Semua yang ada di muka bumi adalah milik Allah SWT
Menurut ajaran Islam, Allah SWT adalah pemilik yang sesungguhnya dan mutlak atas alam semesta. Allah lah yang memberikan manusia karunia dan rezeki yang tak terhitung jumlahnya.
b. Manusia dengan kepemilikannya adalah pemegang amanah dan khalifah
Semua kekayaan dan harta benda merupakan milik Allah, manusia memilikinya hanya sementara, semata-mata sebagai suatu amanah atau pemberian dari Allah. Manusia menggunakan harta berdasarkan kedudukannya sebagai pemegang amanah dan bukan sebagai pemilik yang kekal. Karena manusia mengemban amanah mengelola hasil kekayaan di dunia, maka manusia harus bisa menjamin kesejahteraan bersama dan dapat mempertanggungjawabkannya dihadapan Allah SWT.
c. Ikhtiyar dalam bentuk bekerja, bisnis dan usaha lain yang halal adalah merupakan ssarana untuk mencapai kepemilikan pribadi
Dalam Islam, kewajiban datang lebih dahulu, baru setelah itu adalah Hak. Setiap Individu, masyarakat dan negara memiliki kewajiban tertentu. Dan sebagai hasil dari pelaksanaan kewajiban tersebut, setiap orang akan memperoleh hak-hak tertentu. Islam sangat peduli dalam masalah hak dan kewajiban ini. Kita diharuskan untuk mencari harta kekayaan dengan cara ikhtiyar tetapi dengan jalan yang halal dan tidak menzalimi orang lain. Selain itu, Kita juga tidak dibiarkan bekerja keras membanting tulang untuk memberikan manfaat kepada masyarakat tanpa balasan yang setimpal.
d. Dalam kepemilkan Pribadi ada hak-hak umum yang harus dipenuhi
Islam mengakui hak milik pribadi dan menghargai pemiliknya, selama harta itu diperoleh dengan jalan yang halal. Islam melarang setiap orang menzalimi dan merongrong hak milik orang lain dengan azab yang pedih, terlebih lagi kalau pemilik harta itu adalah kaum yang lemah, seperti anak yatim dan wanita .

D. Ayat-ayat yang Berhubungan dengan Harta dan Kepemilikannya
1. Al-Baqarah (2) : 155
Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.

Ayat di atas menjelaskan tentang ujian dan cobaan yang akan diberikan Allah kepada manusia. Cobaan itu bisa dalam bentuk ketakutan (akan mati), kelaparan, kekuranagan harta, jiwa dan buah-buahan. Ayat ini membuktikan bahwa manusia itu diberi nikmat harta oleh Allah dan suatu saat akan menguji manusia dengan harta yang diberikan tersebut.
Harta adalah salah satu hal yang harus dikorbankan untuk memenuhi kebutuhan dan melanjutkan kehidupan manusia. Dalam hal ini, Quraisy Shihab menjelaskan bahwa manusia harus berjuang karena hidup adalah pergulatan antar kebenaran dan kebatilan, pertentangabn antara kebaikan dan keburukan. Manusia harus mampu menghadapi setan dan pengikutnya. Tentu saja dalam pergulatan ini ada korban dalam bentuk harta, jiwa dan yang lain.
Kekurangan harta adalah salah satu bentuk mushibah. Al- maraghi menjelaskan bahwa wajib bagi orang mukmin untuk selalu mengingat Allah dan mensyukuri nikmatnya untuk mengurangi dan menghindari datangnya bala dan musibah.

2. Al-Baqarah (2) : 188
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.

Ayat ini turun berkenaan dengan Umru-ul Qais ibn ‘Abis dan ‘Abdan ibn Asywa al-Hadramani yang bertengkar dalam soal tanah. Umru-ul Qais berusaha mendaoatkan tanah itu agar menjadi miliknya dengan bersumpah di depan hakim. Ayat ini sebagi peringatan kepada orang-orang yang merampas hak orang lain dengan jalan bathil. (diriwayatkan oleh Ibnu Hatim yang bersumber dari Sa’id ibn Jubair)
Ayat di atas berbicara tentang cara mendapatkan dan mengeluarkan harta. Ayat ini melarang kita mendapatkan harta dengan cara yang salah (bathil). Al- maraghi mengatakan bahwa salah satu bentuk memakan harta secara batil adalah riba.
Dan sekaligus larangan untuk mempergunakan harta tersebut untuk hal-hal yang di larang oleh Allah (maksiat). Ini merupakan upaya Islam untuk tetap menjaga stabilitas kehidupan masyarakat agar selalu bermuamalah dengan cara yang terbaik.
Menyogok diibaratkan menurunkan timba kedalam sumur untuk memperoleh air. Timba yang turun tidak terlihat oleh orang lain yang tidak berad di dekat sumur. Penyogok menurunkan keinginannya kepada orang yang berwenang memutuskan sesuatu secara diam-diam.

3. Al-Baqarah (2) : 279
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.


Ayat di atas mengatur tentang tatacara transaksi muamalah yang sesuai dengan syaria’t islam. Salah satu larangan dalam islam adalah melakukan riba (mengambil kelebihan dari pokok harta). Dari redaksi ayat, dapat dipahami bahwa setelah praktek riba secara tegas telah diharamkan islam, namun tetap saja ada orang yang masih mengambil sisa dari riba yang telah dilarang tersebut. Ayat ini lebih mempertegas tentang keharaman praktek riba.
Ayat ini merupakan peringatan agar tidak mengambil lagi sisa harta riba, karena riba itu sudah dengan tegas dilarang oleh islam. Namun orang yang masih mengambil sisa harta tersebut berarti mereka telah memusuhi Allah, dan menurut al-Marahgi ketika itu mereka telah keluar dari syariat islam, tidak lagi tunduk pada hukum islam dan lari dari ajaran Allah dan Rasulnya.

4. Ali Imran (3) : 186
Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. jika kamu bersabar dan bertakwa, Maka Sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.

Quraish Shihab menjelaskan ayat ini dengan mengatakan bahwa Demi Allah sungguh kamu semua, kapanpun dan dimana pun akan diperlakukan sebagi orang yang diuji menyangkut harta kamu baik berupa kekurangan, kehilangan atau dalam bentuk berzakat dan bersedekah
Ayat ini juga menjelaskan tentang posisi harta di satu segi merupakan cobaan dan ujian. Ujian itu selalu mebayang-bayangi manusia setiap saat. Orang yang punya banyak harta mempunyai rasa takut yanh lebih terhadap kehilangan harta yang telah mereka kumpulkan dari pada orang yang miskin.
Hal yang menarik adalah ungkapan Quraish Shihab bahwa kewajiban untuk membayar zakat dan sedekah merupakan salah satu bentuk ujian bagi orang yang berharta. Jika kita cermati, memang benar, hanya orang yang mempunyai iman yang tebal yang dengan ikhlas mengeluarkan sebagian harat mereka di jalan Allah. Membayar zakat adalah salah satu alat ukur, apakah harta yang dimiliki menurut mereka milik Allah atau memang mutlak milik pribadi sehingga tidak ada hak orang lain di dalamnya.

5. Al-Nisa’ (4) : 25
Dan barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain, Karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan apabila mereka Telah menjaga diri dengan kawin, Kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kemasyakatan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Ayat di atas terkait dengan suruhan kepada muslim laki-laki untuk menikah. Suruhan ini bersifat umum, tanpa terkecuali. Namun tak dapat dipungkiri bahwa untuk menikah membutuhkan persiapan yang matang secara fisik, psikis dan juga harta. Sehingga dalam suatu riwayat muncul perintah yang lebih khusus bahwa kewajiban menikah ditujuka kepada laki-laki yang sudah mampu.
Ayat ini merupakan solusi bagi laki-laki yang tetap ingin menikah tetapi mereka tidak sanggup dalam hal materi. Ketidak sanggupan mereka itu boleh jadi untuk membayarkan mas kawin, uang belanja dan biaya kehidupan setelah menikah . Solusi yang ditawarkan oleh islam adalah menikahi budak perempuan orang mukmin. Ini agar tetap menjaganya dari perzinaan.

6. Al-Anfal (8) : 28
Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.

Dalam tafsir al-Mishbah, quraisy Shihab menjelaskan kaitan ayat ini dengan ayat sebelumnya, bahwa pengkhianatan terhadap amanah, biasa didorong oleh keinginan untuk memperoleh harta benda atau kecintaan pada anak. Ketahuilah harta maupun anak, banyak atau sedikit dijadikan Allah sebagai cobaan untuk menguji keteguhan dalam mensyukuri nikmat. Oleh sebab itu jangan sampai kamu melanggarnya sehingga mendapat siksaan, kalau bukan sekarang, sebentar lagi kan mendapat ganjaran dari allah.
Al-maraghi menjelaskan bahwa fitnah itu adalah cobaan dan ujian yang ditimpakan kepada seseorang dalam bentuk melaksanakan sesuatu atau meninggalkannya, menerima atau mengingkari sesuatu tersebut. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa harta adalah cobaan yang sangat berat.
Ayat ini menjelaskan bahwa harta disatu sisi merupakan cobaan dan ujian. Karena banyak orang yang melalaikan amanah yang diberikan untuk medapatkan harata yang lebih banyak dan karena kecintaan yang berlebihan terhadap anak.

7. Al-Taubah (9) : 24
Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.

Ayat di atas menjelaskan bahwa dalam dalam hidup ini ada dua kepentingan yang selalu membayangi kehidupan manusia. Kepentingan akhirat (Allah) dan kepentingan dunia (termasuk harta, keturunan,dll). Selanjutnya ayat ini memberi peringatan terhadap orang yang selalu mendahulukan kepentingan dunia, bahwa jika mereka tetap begitu, maka keputusan (azab) Allah akan datang.
Namun tidak selalu kepentingan dunia dan kenikmatannya bertentangan dengan nilai-nilai Ilahi dan ketika itu tidak ada salahnya jika keduanya digabungkan. Ancaman ayat di atas dituukan untuk situasi dimana harus ada pilihan untuk dua hal yang tidak dapat digabung.

8. Al-Taubah (9) : 41
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui.

Dalam riwayat Ibnu Jarir yang bersumber dari Hadirami, bahwa diantara kaum muslim mungkin terdapat orang-orang yang sakit atau lemah karena tua, sehingga merasa berdosa tidak ikut perang. Maka Allah menurunkan ayat ini yang memerintahkan berangkat perang, baik dengan perasaan tingan atau berat.
Ayat di atas melihat fungsi harta dari sisi lainnya. Bahwa ketika datang kewajiban untuk berjihad di jalam Allah, maka harta merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan. Oleh sebab itu, orang yang mepunyai harta, mempunyai kesempatan yang lebih untuk berjihad dengan harta mereka. Dalam kata lain, seseorang bisa berjihad dengan harta.
Al-maraghi menjelaskan tentang kewajiban untuk berjihad melawan musuh-musuh islam dengan harta dan jiwa dan dengan apa yang bisa disumbangkan untuk menegakkan keadilan dan meninggikan kalimat haq.

9. Al-Taubah (9) : 111
Sesungguhnya Allah Telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu Telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang Telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar.

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ‘Abdullah ibn Rawalah bertanya kepada Rasulullah SAW: “Apakah kewajiban-kewajiban terhadab Rabb dan diri tuan?’Rasulullah menjawab: “Aku telah menetapkan kewajiban terhadap Rabb-ku untuk beribadah kepada-Nya dan tidak meyekutukan-Nya, sedang kewajiban-kewajiban terhadapku ialah agar kalian menjagaku sebagaimana kalian menjaga diri dan harta kalian.”Mereka berkata:”Apabila kami melaksanakan itu, apakah bagian kami?”Beliau menjawab: “surga.”Mereka berkata:”Perdagangan yang sangat menguntungkan. Kami tidak akan membatalkannya dan tidak akan minta dibatalkan. Ayat ini turun berkenaan peristiwa tersebut yang menegaskan bahwa Allah akan mengganti kerugian harta dan jiwa kaum mukminin dengan surga. (Diriwayatkan oleh Ibn Jarir yang bersumber dari Muhammad ibn Ka’ab al-Qurazhi)
Senada dengan ayat sebelumnya (41), ayat ini juga memaparkan tentang fungsi harta sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah khususnya dalam bentuk berjihad di jalan Allah (ketika seruan jihad itu datang). Hal bisa memotivasi seseorang untuk mengumpulkan harta, karena harta akan membawa seseorang lebih dekat kepada Allah (dalam konteks ini).
Lebih lanjut, Ayat ini menampilkan lukisan yang indah dan berkesan penerimaan Allah terhadap sumbanagan harta dan jiwa dilukiskan dengan pembelian Allah dan penjualnya adalah orang yang berkorban. Padahal yang mereka jual adalah milik Allah. Harga yang dibayarkan adalah surga, sungguh mahal .


10. Al-Taubah (9) : 116
Sesungguhnya kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. dia menghidupkan dan mematikan. dan sekali-kali tidak ada pelindung dan penolong bagimu selain Allah.

Ayat ini menjelaskan tentang kekuasaan Allah, bahwa Allah menguasai apa yang ada di langit dan di bumi. Maka yang selain Allah adalah hamba-Nya. Dalam kekuasaan Allah hidup dan mati seseorang. Allah juga yang akan memberikan kemuliaan dan kehinaan kepada seseorang. Namun orang yang berjihad di ajalan Allah tetap akan mendapatkan kemuliaan dari Allah.
Ayat di atas berbicara tentang kepemilikan harta secara hakiki. Bahwa pada hakikatnya harta yang dimiliki seseorang yang merupakan bagian dari isi bumi ini adalah milik Allah. Bahkan orang yang memiliki harta tersebut (manusia) juga berada dalam kekuasaaan Allah (seperti hidup dan matinya).

11. Yunus (10) : 55-56
Ingatlah, Sesungguhnya kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan di bumi. Ingatlah, Sesungguhnya janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui(nya).Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan dan Hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.

Quraisy Shihab menjelaskan ayat ini bahwa penganiayan lahir karena kebutuhan atau keinginan untuk mendapatkan lebih banyak harta. Allah tidak berbuat aniaya karena Daia yang memiliki apa yang di langit dan di bumi. Makhluk berhasil mewujudkan apa yang mereka inginkan kerena hukum sebab akibat menyetujui dan membantu mereka, namun tidak akan selalu begitu .
Inin sebagai sebuah perbandingan bagi kita tentang bagaimana kepemilikan Allah terhadap langit dan bumi dengan apa yang kita miliki yang merupakan bagian dari milik Allah tersebut. Allah tidak pernah berbuat aniaya, namun manusia sering berbuat aniaya untuk mendapatkan harta.

E. Kesimpulan
a. Secara hakiki, harta adalah milik Allah secara mutlak. Karena Allah yang memiliki apa yang ada di langit dan di bumi.
b. Harta diberikan Allah adalah sebagai amanah yang harus dipelihara dan ada bagian untuk diberikan kepada orang lain dalam harta tersebut.
c. Harta juga sebagai cobaan dan ujian terhadap keteguhan umat dalam mensyukuri nikmat.
d. Harta dapat digunakan untuk beribadah mendekatkan diri kepada Allah.

F. Referensi
1. Abdul Aziz Dahlan. Ensiklopedi Hukum Islam .(PT Ichtiar Baru van Hoave. Jakarta; 1997) jil 2
2. Ahmad Mustafa Al-maraghi, Tafsir al-Maraghi (Maktab wa Mathbaq Musthafa al-Bab al-Hajji wa Auladuhu. Mesir ;1946) juz 2,3,9 dan 10
3. Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir al-Thabari, Tafsir al-Thabari (Maktabah Syamilah) juz 14
4. KH. Q.Shaleh et.al. Asababun Nuzul; Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat al-Quran.(CV Diponegoro.Bandung; 2007)
5. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Mishbah (Lentera Hati, Jakarata; 2008). Vol. 1,2,5 dan 6
6. http://ariefsulfie.blog.friendster.com/2008/03/harta-dalam-islam
7. http://www.psq.or.id/artikel_detail.asp?mnid=39&id=337
8. http://dimel2002.multiply.com/journal/item/11