Selasa, 21 April 2009

Abu A’la Al- Maududi

Pendahuluan
Pada dasarnya perhatian dan gagasan akan perubahan dan kebangkitan Islam bukanlah suatu hal yang baru. Cara pencapaiannya yang melalui reformasi ataupun revolusi telah lama menjadi pokok perdebatan yang kontroversial. Di awal abad 11, Imam Ghazali telah menguaraikan pentingnya kebangkitan Islam di negara-negara Islam sekalipun. Al-Ghazali memandang bahwa pembaharuan adalah dengan memperbaharui tipe Islam yang dijunjung tinggi dan didakwahkan oleh sebagian ulama. Dengan demikian akan ditemukan kembali Islam yang murni dan otentik yang dapat mengubah umat yang pada akhirnya nanti akan mengubah elit penguasa. (http://artikeldaniklanbarisgratis.blogspot.com/2008/11/abul-ala-al-maududi-jamiat-islami-dan.html - _ftn1)
Hal seperti ini juga diharapkan oleh para perintis kebangkitan Islam dalam mendirikan suatu pimpinan Islam, namun yang terjadi banyak dari sebagian mereka hanya mengemukakannya dalam kerangka teoritis saja. Sehingga yang terjadi, apa yang mereka lakukan dapat dikatakan gagal. Karena itu, dari kegagalan-kegagalan para pemikir Islam modern dan klasik dalam mendirikan pimpinan Islam inilah muncul gerakan-gerakan baru, yang mengemukakan kebangkitan Islam tidak hanya secara teori saja tetapi juga dengan prakteknya, yang berkembang di Mesir dan India. Di mesir, muncul gerakan yang dipimpin oleh Hasan Al-Banna dengan nama Ikhwanul Muslimin dan di India muncul pula Jami’at al-Islami dibawah komando Al-Maududi.

Biografi Al-Maududi
Abu A’la al-Maududi dilahirkan pada tanggal 3 Rajab 1321 yang bertepatan dengan 25 September 1903 H di Aurangabad, kata yang terkenal di Kesultanan Hydarabad (Deccan), sekarang dikenal dengan Andhra Prades, India. Dari pihak ayah, al-Maududi merupakan keturunan Nabi Muhammad sehingga ia berhak mendapat kehormatan memakai nama “sayyid”. Ayah al-Maududi adalah Ahmad Hasan, lahir tahun 1885 M. al-Maududi wafat tahun 1983(Mukti Ali, 1998: 238).
Ahmad Hasan, ayahnya Maududi, sangat menyukai tasawuf. Ia berhasil menciptakan kondisi yang sangat religius dan zuhud bagi pendidikan anak-anaknya. Ia berupaya membesarkan anak-anaknya dalam kultur syarif. Karenanya, sistem pendidikan yang ia terapkan cenderung klasik. Dalam sistem ini tidak ada pelajaran bahasa Inggris dan modern, yang ada hanya bahasa Arab, Persia, dan Urdu. Karena itu, Maududi jadi ahli bahasa Arab pada usia muda. (http://www.activeboard.com/forum.spark?forumID=42349&p=3&topic ID=2089777)
al-Maududi memperoleh pendidikan menengah di Madrasah Fawqaniyah, sekolah yang menggabungkan pendidikan ala Barat modern dengan pendidikan islam tradisional. Setelah itu, al-Maududi melajutkan pendidikan tingginya di perguruan tinggi Darul Ulum di Hyderabad. Namun pendidikan formalnya di darul Ulum terhenti karena bapaknya sakit yang kemudian meningal dunia. Kemudian al-Maududi tetap bersemangat melanjutka pendidikannya walaupun di luar lembaga-lembaga pendidikan reguler. Hal ini tebukti, pada awal tahun 1920 al-Maududi sudah menguasai bahasa Arab, Parsi, dan Inggris, sehingga dengan penguasaan bahasa asing disamping bahasa Urdu sangat membantu al-Maududi untuk belajat sendiri (Mukti Ali, 1998: 238-239).
Setelah berhenti dari pendidikan formal, al-Maududi berbelok kepeda jurnaisme untuk mencari nafkah hidup. Pada tahun 1918 al-Maududi telah menulis artikel dalam bahasa Urdu untuk surat kabar setempat. Pada tahun 1920, dalam usia 17 tahun, al-Maududi diaangkat ebagi editor surat kabar Taj yang diterbitkan di Jabalpore. Pada akhir tahun 1920, al- Maududi memegang pimpinan surat kabar Muslim (1921-1923), dan kemudian al-Jamiat (1925-1928) yang di terbitkan oleh organisasi ulama-ulama muslim yang bernama Jam’iyat-I Ulama-I Hind di Delhi ( Mukti Ali, 1998: 239).
Setelah banyak mendapat pengalaman dan berpartisipasi aktif dalam penerbitan Koran dan majalah, pada tahun 1932, al-Maududi menerbitkan majalah Turjuman al-Quran, yang dipersembahkan kepda kaum muslimin India sebagai pemikir yang berbeda dengan cendikiawan muslim India, baik yang tergabung dalam Hizb al-Mu’tamar yang mayoritas Hindu maupun intelektual musli yang tergabung dalan Liga Muslim yang beraliran sekuler. Majalah tersebut membawa slogan “Wahai kaum musimin embanlah dakwah al-Quran, bangkitlah, bergemalah di seluruh negeri (Muhammad Imarah, 2007: 281)
Al-Maududi tebukti sebagai penulis yang produktif yang dapat menghasikan bepuluh-puluh halaman setiap bulannya yang lansung dimuat dalam majalah Turjuman al-Quran yang dipimpinya sendiri. Pertama-tama al-Maududi memusatkan perhatiannya untuk menerangkan ide, nilai, dan prinsip-prinsip dasar islam. Al-Maududi menaruh perhatian khusus tentang mslah-maslah yang timbul dari konflik antara pandangan Barat dengan pandangan Islam. Ia berusaha membahas masalah-masalah pokok modern dan berusaha untuk menyampaikan penyelesaian Islam terhadap maslah tersebut. Di samping itu, al-Maududi juga mengembangkan metodologi baru untuk mempelajari masalah-masalah itu dalam konteks pengalaman Barat dan dunia Islam, dengan menilai semua itu melalui kriterium teoritis dari kebaikan dan keunggulan yang sesui dengan ajaran al-Quran dan Sunnah (Mukti Ali, 1998; 240).
Pada masa selanjutnya, al-Maududi mulai menulis tentang isu-isu politik dan cultural yang menonjol yang dihadapi umat Islam India pada waktu itu dan berusaha melihatnya dari perspektif Islam lebih dari sekedar kepentingan politik dan ekonomi sementara. Ide tentang nasionalisme memperoleh perhatian yang kuat al-Maududi yang mulai mempengaruhi pemikiran umat islam. Al-Maududi menerangkan nasionalisme dan potensi-potensinya yang berbahaya, juga tidak sesuai dengan ajaran-ajaran islam. Al-Maududi juga menekankan bahwa nasionaisme dalam konteks India berarti penghancuran sama sekali terhadap identitas kolektif umat islam (Mukti Ali, 1998: 240).

Pandangan Terhadap Islam
Konsepsi tentang Tuhan dengan penekanan sebagai satu-satunya Zat yang berkuasa dan member prinsip hukum memberikan prinsip pokok otoritas. Semua prinsip, hukum, adat kebiasaan, yang berbeda dengan petunjuk Tuhan harus dijauhi. Semua teori dan ajaran yang tidak mengaju pada petunjuk Tuhan dapat dianggap sebagai menolak kedaulatan Tuhan dan membuat tuhan-tuhan selain dari pada Tuhan yang Esa yang sebenarnya. Tunduk dan patuh pada Tuhan berarti membawa seluruh hidup manusia ini sesuai dengan kemauan Tuhan yang diwahyukan (Mukti Ali, 2008: 244).
Konsep ini sebagai bentuk tauhid yang sempurna. Mengesakan Tuhan dengan menjadikan-Nya sumber segala-galanya dalam seluruh bentuk kehidupan manusia. Tuhan diposisikan sebagai Zat yang mempunyai otoritas penuh dan tidak dapat diganggu gugat dalam segala hal yang disampaikan melalui wahyu. Kemudian wahyu dipahami sebagai petunjuk yang sempurna yang harus dijadikan referensi satu-satunya. Maka tidak ada pengecualian dalam bentuk kehidupan apapun, termasuk masalah politik pemerintahan yang menjadi perhatian penuh al-Maududi.
Al-Maududi menekankan tentang adanya dua sikap hidup yang pada dasarnya satu sama lain sangat berbeda. Satu menerima Tuhan sebagai yang Maha Kuasa dan yang member hukum, dan denga itu berhadapan denga Tuhan sebagai hamba-Nya. Sedangkan yang lain adalah yang memberontak terhadap Tuhan dan menyombongkan dirinya atau orang lain terhadap Tuhan Esa yang sebenarnya sebagai yang mempunya otoritas yang memerintah Mukti Ali, 1998: 246).
Golongan yang pertama yang dimaksud al-Maududi adalah orang-orang yang tetap menjadikan ajaran islam sebagai satu-satunya landasan yang dipakai dalam kehidupan umat manusia. Islam adalah agama yang kaffah, yang mampu mengatur seluruh lini kehidupan, kapanpun dan di manapun melalui wahyu yang telah diturunkan Tuhan. Sehinga tidak ada alasan untuk menggunakan perspektif lain selain perspektif islam. Ini semua dilakukan dalam rangka mematuhi perinta Tuhan dan mengabdi kepada-Nya.
Golongan yang kedua adalah orang yang berpendapat perlu adanya peninjaun ulang terhadap pemahaman keislaman. Golongan ini secara lansung ataupun tidak lansung dipengaruhi oleh pemikiran modern Barat. Mereka lebih “tertarik” kepada konsep-konsep yang ditawarkan oleh Barat dari pada konsep Islama sendiri. Kemodernan dan kemajuan Barat telah “memikat” perhatian mereka dan mempunyai keinginan yang kuat untuk mempelajarinya. Kemunduran islam disebabkan karena umat islam terkungkung dalam paham tradisoanalnya sendiri. Dengan memakai konsep Barat ini yang dianggap al-Maududi sebaga orang yang menyombongkan diri dan memberontak Tuhan.
Seorang muslim bukan hanya dituntut untuk menyerahkan diri kepada Tuhan di tempat peribadatan saja, tetapi di semua tempat dan di sepanjang waktu, karena ibadah kepada Tuhan tidaklah terbatas kepada perbuatan-perbuatan yang ditentukan saja. Semua kehidupan manusia harus merupakan tingkah laku tunduk dan patuh pada Tuhan, karena setiap tingkah laku manusia yang darinya ia harapkan keridaan Allah dan ia tetap memperhatikan petunujuk-Nya (Mukti Ali, 2008: 247)
Dengan demikian berarti manusia mempunyai kewajiban untuk selalu tuntuk dan patuh kepada Allah dalam artian yang sangat luas. Setiap perilaku dalam menjalani kehidupan dilaksanakan untuk mencari keridaan Allah. Sehingga dalam praktek kegiatan manusia sehari-hari apakah itu dalam bidang ekonomi, social, politik, pemerintahan, pendidikan, hukum dan lain sebagainya harus tetap mengikuti dan memperhatikan wahyu yang merupakan petunjuk dari Tuhan.
Pemikiran dan akal manusia mempunyai kesanggupan yang besar dalam bidang tetentu, umpamanaya dalam bidang ilmu alam dan teknologi. Tetapi akal manusia tanpa dibantu petunju Tuhan sama sekali tidak cukup untuk meletakkan prinsip-prinsip adil dan jujur terhadap segala macam aspek yang beraneka ragam dari kodrat manusia dan yang membawanya kepada kebahagian yang sebenarnya. Kadang-kadang hasil pengetahuan dan kebijaksanaan yang ada pada manusia demikian sedkitnya untuk bisa menunjukan jalan yang sebenarnya bagi kehidupan manusia. Tugas ini bahkan menghadapi kesulitan makin banyak dengan kenyataan bahwa keinginan hewani dan kecenderungan-kecenderngan yang beraneka ragam dan keinginan-keinginan yang sempit mempengaruhi akal manusia dan mengacaukan pendiriannya (Mukti Ali, 1998: 247)
Al-Maududi mengakui dan menghargai kemampuan akal manusia, tetapi pemikiran itu tidak akan lepas dari petunjuk wahyu. Wahyu bukan saja sebagai alat bantu dan sumber dari pemikiran tersebut tetapi di sisi lain wahyu juga berfungsi sebagai pengawal terhadap hasil pemikiran tersebut. Wahyu akan membantu manusia untuk menghasilkan pemikiran yang akan mewujudkan keadilan bagi manusia dan juga sebagai alat ukur kebenaran hasil pemikiran tersebut.
Jauh dari perasaan apologi terhadap Islam, karena dominasi global dari kebudayaan yang berisi norma-norma dan nilai-nilai yang sangat asing bagi Islam, al-Maududi menganggap cara kehidupan islam adalah merupakan suatu kebutuhan untuk keselamatan umat manusia dewasa ini, sebagaimana ia juga menjadi penyelamat bagi manusia pada masa lalu. al-Maududi menghargai kemajuan sains dan teknologi serta dinamika yang pada umumnya ditunjukkan oleh kebudayaan Barat beberapa abad yang lalu, tetapi kebudayaan Barat tidak mempunyai kesadaran ke arah yang benar, dan pada dasarnya rusak dari dalam karena palsunya prinsip-prinsip yang menjadi dasar. Manusia modern berangsur-angsur sampai pada titik di mana ia menganggap tidak perlu lagi mengikuti petunjuk Tuhan dan juga merasa tidak perlu bertangung jawab kepada Tuhan terhadap perbuatannya (Mukti Ali, 2007: 248)
Al-Maududi ingin mengambarkan tentang bahaya yang sangat besar yang ditimbulkan oleh pengaruh Barat. Pengaruh Barat yang diadopsi melalui pemikiran-pemikiran dan kebudayan telah membawa manusia modern untuk “meninggalkan” Tuhan. Karena manusia modern menganggab bahwa mereka mampu untuk mencapai keadilan dengan akal mereka, bahkan lebih jauh dari itu, mereka sampai berpendapat bahwa agama menghambat kemajuan peradapan manusia. Fenomena ini menunjukkan bahaya bagi umat manusia dan kehancuran sikap keberagamaan. Menurut al-Maududi Islam adalah solusinya. Menjadikan Islam sebagai jalan hidup adalah kebutuhan untuk keselamatan manusia, sebagai mana pembebasan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad terhadap kejahiliahan masyarakat Mekkah tempo dulu.
Dalam bidang organisasi, al-Maududi mendirikan Jamaat Islami pada tahun 1943 yang bertujuan untuk mengadakan reformasi total dalam kehidupan umat Islam berdasarkan pemahaman Islam yang benar dan bersih dari noda-noda yang datang dari luar Islam. Selain itu, al-Maududi juga mendirikan organisasi Rabithah Alam Islami di Makkah dan anggota Akademi Riset tentang hukum di Madinah..(Said Nursi, 2005; 315)

Pemikiran Tentang Politik
Al. Maududi yang menonjol dalam pemikiran Islam modern, mengangkat slogan hakimiyah (kedaulatan) lebur menjadi hakiyat Allah (kedaulatan Tuhan). Al-Maududi mempersembakan kedaulatan Tuhan sebagai kekuasaaan ketuhanan yang berdalulat, kekuasan pelaku atas apapun yang dikehandaki-Nya, tidak ditanya apa yang diperbuat-Nya. Al-Maududi juga mengakui adanya kedaulatan manusia pada hal-hal yang tidak ada nash di dalamnya, baik nash yang qath’i al-dilalah (teks yang makna dan maksudnya pasti) maupun yang qath’i al-tsubut (keeksistensian teksnya pasti). Hal yang tidak ada nash tersebut adalah wilayah yang paling luas dalam yurispudensi Islam yang berkembanh dengan ijtihad sesuai dengan perkembangan zaman dan tempat (Muhamad Imarah, 2007: 284-285).
Al-Maududi tidak berkenan menerima kenyataan bahwa umat Islam India harus merupakan suatu bangsa bersama-sama dengan orang India lainnya, semestinya kaum muslimin memiliki identitas atau rasionalitas sendiri yaitu Islam, mereka dipertalikan bersama-sama bukan karena ikatan geografis, bahasa, kepentingan bersama, ekonomi, atau bahkan budaya, tapi dalam komitmen mereka untuk mengikutu kehendak Tuhan dalam kehidupan mereka. Undang-undang Tuhan harus diutamakan dari yang lainnya, meskipun sebagai suatu masyarakat terpadu. Umat Islam di India juga harus bersama-sama menghadapi kaum penjajah, ingin merdeka dari pemerintahan Inggris, tetapi kemerdekaan dari Inggris itu sendiri tidak berfaedah jika kaum muslimin India harus menukar penghambaan kepada orang luar dengan penghambaan kepada mayoritas di dalam negerinya sendiri. Tegasnya, menghambakan diri walau kepada sesama warga India tetapi berbeda keyakinan tidak akan lebih baik dari penghambaan diri kepada penjajah (Tasman Yakub, 2000: 109-110).
Pernyataan di atas menggambarkan pemikiran dan keinginan al-Maududi untuk mendirikan sebuah kekuasaan Islam yang berdiri sendiri di atas syaria’t Islam itu sendiri di India. Pertama-tama al-Maududi mengajak umat Islam untuk melepaskan diri dari penjajah Inggris dan kemudian umat Islam tidak akan tunduk pada pemerintahan India yang berdasarkan keinginan mayoritas rakyat India yang beragama Hindu dengan alasan keyakinan yang berbeda. Ini tetap aja menyiratkan bahwa umat Islam hanya boleh tunduk pada pemerintahan Islam saja.
Konsep politik Islam yang digagas oleh al-Maududi dikenal dengan Theo-Demokrasi. Seperti dapat diduga dari istilahnya, konsep Theo-Demokrasi adalah akomodasi ide theokrasi dengan ide demokrasi. Namun, ini tak berarti al-Maududi menerima secara mutlak konsep theokrasi dan demokrasi ala Barat. Al-Maududi dengan tegas menolak teori kedaulatan rakyat (inti demokrasi), berdasarkan dua alasan. Pertama, karena menurutnya kedaulatan tertinggi adalah di tangan Tuhan. Tuhan sajalah yang berhak menjadi pembuat hukum (law giver). Manusia tidak berhak membuat hukum. Kedua, praktik “kedaulatan rakyat” seringkali justru menjadi omong kosong, karena partisipasi politik rakyat dalam kenyataannya hanya dilakukan setiap empat atau lima tahun sekali saat Pemilu. Sedang kendali pemerintahan sehari-hari sesungguhnya berada di tangan segelintir penguasa, yang sekalipun mengatasnamakan rakyat, seringkali malah menindas rakyat demi kepentingan pribadi. Namun demikian, ada satu aspek demokrasi yang diterima Al-Maududi, yakni dalam arti, bahwa kekuasaan (Khilafah) ada di tangan setiap individu kaum mukminin. Khilafah tidak dikhususkan bagi kelompok atau kelas tertentu. Inilah, yang menurut Al-Maududi, yang membedakan sistem Khilafah dengan sistem kerajaan. Dari sinilah al-Maududi lalu menyimpulkan hal ini yang mengarahkan khilafah Islamiyah ke arah demokrasi, meskipun terdapat perbedaan asasi antara demokrasi Islami dan demokrasi Barat (http://ayok.wordpress.com/2006/12/22/theo-demokrasi/).
Mengenai theokrasi, yang juga menjadi akar konsep theo-demokrasi, sebenarnya juga ditolak oleh Al-Maududi. Terutama theokrasi model Eropa pada Abad Pertengahan di mana penguasa (raja) mendominasi kekuasaan dan membuat hukum sendiri atas nama Tuhan. Meskipun demikian, ada analisis theokrasi yang diambil Al-Maududi, yakni dalam pengertian kedaulatan tertinggi ada berada di tangan Allah. Dengan demikian, menurut Al-Maududi, rakyat mengakui kedaulatan tertingggi ada di tangan Allah, dan kemudian, dengan sukarela dan atas keinginan rakyat sendiri, menjadikan kekuasaannya dibatasi oleh batasan-batasan perundang-undangan Allah SWT (http://ayok.wordpress.com/2006/12/22/theo-demokrasi/).
Dengan demikian secara esensial, konsep theo-demokrasi berarti bahwa Islam memberikan kekuasaan kepada rakyat, akan tetapi kekuasaan itu dibatasi oleh norma-norma yang datangnya dari Tuhan. Dengan kata lain, theo-demokrasi adalah sebuah kedaulatan rakyat yang terbatas di bawah pengawasan Tuhan.
Dalam bukunya Khalifal wa Mulk al-Maududi menjelaskan tentang karakteristik Daulah Islamiyah yang sesuai dengan petunjuk al-Quran, yaitu :
o Negara tersebut harus merdeka terbebas dari penjajahan manapun, dan masyarakatnya menerima pemimpin dari kalangan mereka sendiri yang menjunjung tinggi nilai-nilai ilahiyyat yang telah diatur oleh Allah SWT dalam al-Quran dan As-Sunnah.
o Pemimpin negeri itu harus melaksanakan tugas-tugas kenegaraan dengan penuh ikhlas mencapai ridha ilahi.
o Sesuai dengan asas demokrasi, dengan tetap menjunjung Undang-undang tertinggi yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah.
o Negara tersebut adalah negara yang berdiri diatas ideologi pemikiran islam yang benar, berjalan diatas asas dan pondasi keimanan yang asasi, dan barang siapa yang hidup di negara tersebut non muslim maka dia harus mematuhi hukum-hukum yang berjalan diatasnya dengan tetap menjaga hak dan kewajiban mereka sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
o Negara yang berdiri diatas mabda’ al-Islam.
o Ruh yang ada di negara tersebut mengikuti akhlaq Islami, bukan hanya berlandaskan politik kekuasaan, berjalan diatas ketaqwaan kepada Allah, dsb.
o Negara tersebut bukan hanya menegakkan konstitusi militer, tetapi juga bertujuan untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
o Asas berdirinya negara itu adalah persamaan hak dan kewajiban serta saling tolong menolong di dalam kebajikan dan taqwa. Adanya hubungan yang baik antara penguasa dan rakyat, bukan seperti budak dihadapan majikannya yang harus menuruti semua keinginan majikannya.Dan tidak memperhatikan kebebasan berpendapat dan syura (http://satutujuan.multiply.com/journal/item/19 - _ftn7 )
Gagasan al-Maududi diwujudkannya dengan mendirikan Jama’at Islami (partai Islam), tepatnya pada Agustus 1941, bersama sejumlah aktifis Islam dan ulama muda. Segera setelah berdiri, Jama’ati Islami pindah ke Pathankot, tempat dimana Jama’at mengembangkan struktur partai, sikap politik, ideologi, dan rencana aksi. Sejak itulah Maududi mengosentrasikan dirinya memimpin umat menuju keselamatan politik dan agama. Sejak itu pula banyak karyanya terlahir di tengah-tengah umat. Ketika India pecah, Jama’at juga terpecah. Maududi, bersama 385 anggota jama’at memilih Pakistan. Markasnya berpindah ke Lahore, dan Maududi sebagai pemimpinnya. Sejak itu karir politik dan intelektual Maududi erat kaitannya dengan perkembangan Jama’at. Dia telah "kembali" kepada Islam, dengan membawa pandangan baru yang religi (http://www.activeboard.com/forum.spark?forumID =42349&p=3&topicID=2089777).

Strategi Kebangkitan Islam
Ketika membicarakan masalah kebangkitan Islam, al-Maududi menggunakan term jahiliah sebagai antithesis terhadap islam. Istilah jahiliah digunakan untuk menunjukkan semua pandangan dunia dan system berpikir, kepercayaan, dan perbuatan yang menolak kekuasaan Allah dan otoritas petunjuk-Nya. Terdapat berbagai bentuk jahiliah, jahiliah murni merupakan penolakan total terhadap dunia supra indrawi ataupun supra alami. Ada juga jahiliah yang tetap mengakui adanya Pencipta, tetapi dicampur adukkan dengan kepercayaan yang palsu. Di lain pihak, jahiliah yang menuju spritualitas yang berlebih-lebihan dengan sikap anti dunia, atau pun mengambil bentuk mistik yang berlebih-lebihan yang mengarah pada monestik dan panteistik (Mukti Ali, 1998: 254)
Al-Maududi menjelaskan, ada tiga langkah pendahuluan dalam kebangkitan Islam kembali yaitu :
1. Menganalisis situasi yang ada dalam hubungan konflik antara Islam dengan jahiliah dalam konteks waktu dan tempat. Penilaian yang jelas dan lansung tentang situasi itu merupakan suatu keharusan untuk mengetahui bentuk-bentuk jahiliah, sumber-sumber dari mana ia tumbuh, dan segi-segi yang sensitive dimana ketegangan dan konflik terdapat antara islam dan jahiliah.
2. Tujuan dari pokok usaha intelektual adalah untuk memperkukuh strategi yang didasarkan oleh analisis tersebut di atas, sehingga prinsip-prinsip Islam sekali lagi terlaksana dalam kehidupan muslim.
3. Meneliti sumber-sumber yang terdapat dalam periode tertentu. Penelitian yang hati-hati terhadap sumber-sumber mental, moral, dan material yang ada (Mukti Ali, 1998: 256)
Elemen-elemen yang pokok dari strategi ini adalah :
1. Tujuan dan prinsip Islam harus dijabarkan kembali dalam bahasa yang mudah dimengerti rakyat pada waktunya. Prisnsip-prinsip Islam harus disampaikan sedemikian rupa sehingga relevansinya dan superioritasnya di atas prinsip-prinsip lain menjadi jelas.
2. Rangkaian moral dan kehidupan rakyat harus dibina kembali untuk mengembangkan ciri Islam yang sebenarnya dan melibatkannya dalam usaha membawa reformasi dan pembinaan kembali.
3. Seluruh usaha ini mengharuskan adanya ijtihad fi al-din. Ini berarti bahwa cita, nilai dan prinsip Islam harus dilaksanakan kembali dlam konteks pembaharuan (Mukti Ali, 1998: 256-257).
Yang dibutuhkan adalah sekelompok orang atau suatu pimpinan yang dikaruniakan prinsip Islam yang bertekad menegakkan Islam, apapun yang mungkin terjadi. Kita mengetahui bila sebuah gedung harus dibangun, tujuan pasti tidak bisa dicapai bila para arsitek yang mengetahui rancangan bangunan tidak mempunyai kemauan untuk membangun, dan tidak memiliki sumber-sumber yang dibutuhkan. Sebaliknya bila tersedia, apapun juga dapat dibangun sebuah candi ataupun masjid (Tasman Ya’kub, 2000: 111)
Hilangnya idealisme Islam dalam kenyataan dalam sejarahnya membuahkan gerakan pembaharuan (tajdid) yang dipelopori oleh para tokoh pembaharu (mujadid). Dari sisi doktrinal pembaharuan adalah kebutuhan. Tetapi al Maududi menyatakan gerakan pembaruan tidak mesti direpresentasikan dalam wujud satu orang, tetapi bisa dalam satu kelompok orang. Tokoh awal yang sering didaulat sebagai pembaharu dalam sejarah Islam adalah Umar bin Abdul Aziz.
Berdasarkan konsepsi teoritis di atas adalah mudah dipahami jika kemudian al Maududi membangun kriteria bagi pembaharu. Tiga ciri yang dimiliki oleh setiap mujadid adalah diagnosis terhadap penyakit umat, skema reformasi dan penilaian terhadap kemampuan diri dan sumber daya. Ciri yang lain meliputi revolusi intelektual, praktek reformasi, ijtihad, revitalisasi sistem Islam dan menyebaran sistem Islam ke seluruh dunia. Ciri-ciri ini pada dasarnya adalah ciri bagi mujadid ideal. Dalam penilaian Al Maududi sejarah mujadid ideal ini belumlah muncul. Konsepsi ini adalah tafsirannya terkait dengan konsep al mahdi dalam Islam. Jadi al mahdi adalah mujadid ideal yang melalukan proses pembaharuan secara menyeluruh, utamanya menegakkan sistem islam (kedaulatan islam). Yang muncul dalam sejarah pada umumnya adalah tipe mujadid parsial. Umar bin Abdul Aziz, empat imam mazhab, imam Ghazali, Ibn Taimiyah, Ahmad Sirhindi dan Syah Waliullah Ad Dehlawi adalah representasi gerakan pembaruan dalam tubuh umat, dengan konsentrasi mereka masing-masing (http://refleksibudi.wordpress.com/2008/11/25/sketsa-pemikiran-abul-ala-al-maududi-tentang-sejarah/).

Karya-Karya Al- Maududi
Sebagai seorang tokoh yang besar dan berpengaruh dalam dunia Islam, sudah barang tentu al-Maududi menuangkan ide-ide pembaharuannya di atas kertas dalam bentuk buku atau artikel. Ditambah lagi pengalaman al-Maududi yang bergelut dalam dunia jurnalistik, menjadikan ia penulis yang produktif. Al-Maududi banyak sekali menulis buku yang ditujukan untuk menyampaikan gagasan pembahruannya dan pada gilirannya dapat dijadikan referensi untuk masa selanjutnya.
Karya al-Maududi yang paling besar adalah Tafsir al-Quran dalam bahasaUrdu, Tafhim al-Quran yang diselesaikanya selama30 tahun. Ciri utamanya adalah dalam menyampaikan arti dan pesan al-Quran dalam bahasa dan gaya yang menyentuh hati dan pikiran, serta menunjukkan revelansi al-Quran dengan masalah-masalah yang mereka hadapi sehari-hari, baik sebagai individu maupun dalam masyarakat. Al-Maududi menyampaikan al-Quran sebagai petunjuk dalam kehidupam manusia dan sebagai buku petunjuk bagi gerakan untuk melaksanakan petunjuk itu dalam kehidupan manusia. al-Maududi berusaha untuk menerangkan ayat-ayat al-Quran dalam konteks dari pesannya yang kekal (Mukti Ali, 2008: 242).
Ada lima buku utama al- Maududi merumuskan konsep proyek polotik dan peradaban. Kelima buku tersebut adalah al-Muslimun wa Shira’ al-Siyasi al-Rahin (Kaum Muslimin dan Pergolakan Politik Masa Kini), al-Ummah al-Islamiyah wa Qadhiyat al-Qaumiyah (Umat Islam dan Problem Nasionalisme), al-Nazhariyah al-Siyasah al-Islamiyah (Teori Politik Islam), al-Hukumah al-Islamiyah (Pemerintahan Islam), dan Mujaz Tarikh Tajdid al-Din wa Ihya’ih (Ringkasan Sejarah Pembaharuan dan Revitalisasi Islam.(Muhammad Imarah, 2007; 283). Karya lain yang juga tersebar luas anatara lain Mabadi’u al-Islam, al-Hijab, Tafsiru Surat al-Nur, al-Jihadu fi Sabilillahi, Tazkiratu Du’ati al-Islam, al-Inqilab al-Islam dan lain sebagainya (Said Nursi, 2005: 315)

Kesimpulan
Dalam bidang keislaman al-Maududi memberikan Konsepsi tentang Tuhan dengan penekanan sebagai satu-satunya Zat yang berkuasa dan member prinsip hukum memberikan prinsip pokok otoritas. Semua prinsip, hukum, adat kebiasaan, yang berbeda dengan petunjuk Tuhan harus dijauhi. Semua teori dan ajaran yang tidak mengaju pada petunjuk Tuhan dapat dianggap sebagai menolak kedaulatan Tuhan dan membuat tuhan-tuhan selain dari pada Tuhan yang Esa yang sebenarnya. Tunduk dan patuh pada Tuhan berarti membawa seluruh hidup manusia ini sesuai dengan kemauan Tuhan yang diwahyukan.
Konsep politik Islam yang digagas oleh al-Maududi dikenal dengan Theo-Demokrasi. Seperti dapat diduga dari istilahnya, konsep Theo-Demokrasi adalah akomodasi ide theokrasi dengan ide demokrasi. Namun, ini tak berarti al-Maududi menerima secara mutlak konsep theokrasi dan demokrasi ala Barat. Al-Maududi dengan tegas menolak teori kedaulatan rakyat (inti demokrasi), berdasarkan dua alasan. Pertama, karena menurutnya kedaulatan tertinggi adalah di tangan Tuhan. Tuhan sajalah yang berhak menjadi pembuat hukum (law giver). Manusia tidak berhak membuat hukum. Kedua, praktik “kedaulatan rakyat” seringkali justru menjadi omong kosong, karena partisipasi politik rakyat dalam kenyataannya hanya dilakukan setiap empat atau lima tahun sekali saat Pemilu. Sedang kendali pemerintahan sehari-hari sesungguhnya berada di tangan segelintir penguasa, yang sekalipun mengatasnamakan rakyat, seringkali malah menindas rakyat demi kepentingan pribadi
Tentang kebangkitan Islam, al-Maududi mengatakan yang dibutuhkan adalah sekelompok orang atau suatu pimpinan yang dikaruniakan prinsip Islam yang bertekad menegakkan Islam, apapun yang mungkin terjadi. Kita mengetahui bila sebuah gedung harus dibangun, tujuan pasti tidak bisa dicapai bila para arsitek yang mengetahui rancangan bangunan tidak mempunyai kemauan untuk membangun, dan tidak memiliki sumber-sumber yang dibutuhkan. Sebaliknya bila tersedia, apapun juga dapat dibangun sebuah candi ataupun masjid.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mukti. Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan. Bandung; Mizan. Cet. IV 1998
Imarah,Muhamad. 45 Tokoh Pengukir Sejarah, (terjemahan oleh Ahmad Syakur). Solo; Era Inter Nusa. 2007
Nursi, Syeikh Muhammad Said. Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, (terjemahan oleh Khairul Amru Harahap dan Achmad Fauzan). Jakarta; Pustaka al-Kautsar. 2005
Ya’kub, Tasman. Modernisasi Pemikiran Islam. Jakarta; The Minangkabau Foundation. Cet. I 2000
http://refleksibudi.wordpress.com/2008/11/25/sketsa-pemikiran-abul-ala-al-maududi-tentang-sejarah/).
http://www.activeboard.com/forum.spark?forumID =42349&p=3&topicID=2089777
http://satutujuan.multiply.com/journal/item/19 - _ftn7
http://artikeldaniklanbarisgratis.blogspot.com/2008/11/abul-ala-al-maududi-jamiat-islami-dan.html - _ftn1
http://ayok.wordpress.com/2006/12/22/theo-demokrasi/








Canduang Tomatto (Pabrik Saos Tomat)

A. Nama Perusahaan

Pabrik saus tomat yang diusulkan ini akan diberi nama Candung Tomatto.

B. Sumber Raw Material

Pabrik saus tomat ini memiliki lahan pertanian tomat yang berada dekat perusahaan sehingga bahan baku untuk memproduksi saus tomat ini tersedia denagn cukup.

C. Ketersedian Tranportasi

Pertanian dan pabrik berada pada posisi yang strategis di kecamatan Canduang, Agam, Sumatera Barat. Letak perkebunan dan pabrik dekat dengan arus tranportasi, akan memudahkan bagi produsen, karena permaslahan tranportasi dapat diatasi. Setelah bahan baku diperoleh dari lahan pertanian, bisa lansung dibawa ke pabrik.

D. Proyek Long Range Objektif

Candung Tomatto tetap berkewajiban dan bertangung jawab kepa konsumen penyediaan dan kualitas saus tomat. Bahan beracun, tidak akan digunakan dan jika ada harus dibuang. Candung Tomatto harus menjadi nomor satu produk dan pemasok saus tomat yang tinggi di sumatera barat.

E. Modus dari Pembiayaan

Pembiayaan kan datang dari saham pemegang saham Candung Tomatto. Jika seandainya saham tidak dapat memenuhi kebutuha pembiayan, akan dilakukan peminjaman ke bank yang akan memberikan hasil yang maksimal. Da kewajiban pinjaman dibayar dari penghasilah saus tomat.

F. Penelitian Pasar

Secara geografis, Canduang berada di kaki gunung Merapi dan tidak jauh dari pinggiran kota Bukittinggi. Produk yang telah selesai diproduksi dapat didistribusikan ke daerah-daerah yang menjadi pusat perdagangan, sperti kota Bukittinggi sendiri, salah satu kota transit terkemuka di Sumatera Barat. Dan permintaan pasar yang cukup tinggi akan memberikan keuntungan tersendiri bagi perusahan.

G. Analisis Pasar Permintaan dan Pasokan

Saus tomat merupakan salah satu komoditas utama masyarakat, walaupun tidak termasuk sembilan bahan pokok, saus tomat sangat dibutuhkan sebagai pelengkap dalam menikmati bakso, pangsit dan lain sebagainya. Pembangunan pabrik saus tomat ini akan sangat membantu masyarakat kota Bukittinggi dan sekitarnya dan juga perekonomian negara pada umumnya. Pabrik ini akan meningkatkan pasokan saus tomat di pasar, sehingga mengurangi impor saus tomat dari luar sumatera.

H. Pasar dan Strategi Pemasaran

Jaringan usaha harus diperluas agar distribusi prodk dapat berjalan lancar. Produsen mampu membangun link dengan mitra kerja yang dapat menyokong distribusi saus tomat ke pasar. Juga jelas pembagian antara produsen dengan mitra kerja atau distributor ersebut.

I. Skala dan Volume

Penerimaan bahan baku pasokan kondisi pasar potensial dan rekayasa harus dipertimbangkan. Akan ada baris yang mewakili produksi 846.672 ton per unit. Output dari tanaman akan tergantung pada kondisi produksi.

J. Pemasaran dan Opersional

Struktur umum kerangka pasar dengan cara menjual melalui tranportasi darat, pembiayaan dan semua aspek pemasaran komersial yang keluar di dalam kerangka umum. Fungs ini dudah jarang dijelaskan kecuali oleh dan untuk spesialis yang bersangkutan dengan mereka. Meraka adalah link penting namun menyediakan pelanggan dengan yang merak inginkan dan industry saus tomat dengan pendapatan mereka.

Yang berhasil menjual produk yang pada akhirnya menentukan kesejahteraan setiap orang di industry jika tidak berhasil menjual semua upaya para petani, dan kesiapan millers dengan karyawan dan sebagian besar bisnis yang bersih dan layanan mereka akan menderita.

K. Pasar Distribusi

Harga

Harga yang ditetapkan harus mengikuti harga pasar dan praktek yang pada gilirannya akan ditentukan oleh kekuatan-kekuatan dari permintaan dan penawaran, namun karena ketidak pstian saus tomat selama periode start up, harga beberapa konsensi harus dilakukan untuk menarik pasar. Jadi saran yang sampai 30% dari penurunan harga pasar yang dibentuk akan terpengaruh pada tahun pertama keluaran.

Survey

Hampir setiap seorang mengkonsumsi saus tomat setiap hari, tetapi diasumsikan saus tomat yang lain adalah pusat mungkin sesuai dengan jenis tomat, karena hal ini akan menfasilitasi tranportasi tomat dengan kurang rolling stock dn biaya tetap lainnya untk depertemen mereka. Selain itu, mudah pasokan tomat, sehinga diperlukan untuk pengashan ekonomis, akan aman untuk pabrik

Arah angin yang berlaku dan akses ke pabrik dan tempat tinggal harus dipastikan untuk menghindari debu, au, asab, dan bau sampah yang terjadi di salah arah. Sehat lingkungan penting karena karyawan. Berdiri dan keburukan air tidak boleh dekat pabrik.

L. Kajian Teknis

Layanan yang ditawarkan

Situs yang diusulkan tanaman di candung, Agam. Menawarkan banyak pasokan air dan listrik. Situs menyediakan pasokan air yang cukuo untuk pertumbuhan tomat dan sangat baik untuk produksi saus tomat. Hal ini juga menawarkan cukup persedian buruh, yang dianggaplebih penting dari factor lainnya, terutama apabila tenaga kerja terampil dan mahir diperlukan.

M. Tenaga Kerja

Keterampilan yang diperlukan

Perusahaan akan mempekerjakan putra daerah yang berkompeten dalam tomat manufaktur. Buruh dekat situs perusahaan dan lebih baik lagi kepada karyawan untuk memastikan keadan siap dan dapat melaksanakan kerja lembur apabila diperlukan. Alasan lain yang penting adalah bahwa orang-orang yang dekat daru tempat akan mudah dengan kenyamanan tranportasi sejak perusahaan keci, kerja paksa akan dibutuh dari kota itu sendiri atau sekitarnya. Perusahaan di sisi lain ka menberikan jaminan kepada pekerja seperti kondisi kerja yang baik, fasilitas yang kodusif untuk pemeliharaan kesehatan mereka, insentif dan berbagai manfaat lainnya yang diperlukan oleh tenaga kerja, plus manfaat yang diberikan perusahaan itu sendiri.

N. Lokasi Proyek

Kecamatan candung, kabupaten agam , adalah pilihan terbaik dari semua wilayah pertanian tomat di sumater barat. Karena banyak pasokan, tenaga kerja tidak akan sulit untuk dicapai karena sebagian besar perantau cukup keras dan rajin. Alasan lainnya adalah karena ketersedian bahan baku dan kondisi baik. Perusahan yang kan didikan dekat jalan raya nasional yang akan menghubungkan transportasi produk selesai keseberang provinsi tentunya.

O. Pembuangan Sampah

Berbagai bahan limbah yang dihasilkan oleh industry munkin umumnya diklasifikasikan sebagai solid, gas atau cair. Limbah padat yang berhubungan lansung dengan polusi keras gas cair ke udara dan air, meskipun semua telah digabungkan dan saling terhadap polusi.

Metode pembuangan limbah

1. Hilangkan dari sumber. Pada pendekatan pertama untuk pembuangan limbah masalah memerlukan perhatian yang seksama dari sumber polusi

2. Pemulihan limbah produksi

3. Mengatur bagaimana agar sesuai pengenceran

4. Alihkan ke sampah lainnya.

5. Limbah perwatan

P. Studi Manajemen

Untuk periode pra operasi

Selama periode pra operasi, pemegang saham yang bertanggung jawab untuk menangani beberapa lembaga pemerintah dan swasta untuk memastikan dokumen yang diperlukan dalam menangani dan pembiayaan lembaga keuangan untuk kebutuhan proyek. ini ditangani oleh satu orang untuk melakukan negosiasi untuk pembangunan pemasok bahan. Dan disewa oleh perusahaan kontruksi dan pengawasan yang akan diintegrasikan dengan beberapa kontrak. Konsultan kan disewa juga untuk menjamin keselamatan

Selama masa operasi, pemegang saham yang menangani tombol posisi di dalam perusahan. Usaha yang teroganisir dan dengan menyertakan msing-masing saham.

Dewan direksi

- Ketua dewan

- Anggota

- Anggota

- Anggota

- Pemeliharaan dan Bahan Direktur

- Perusahan Akuntan

- Direktur Penjualan

- Direktur Operasi

Q. Studi Keuangan

Industry ini memerlukan modal besar, pemegang saham yang harus menyediakan modal yang diperlukan untuk pembentukan seluruh bisnis. Dana akan diberikan untk pembelian peralatan yang diperlukan dan bahan-bahan yang diperlukan untuk pembangunan gedung serta pembebasan tanah.

Biaya peralatan lebih kurang Rp 3.000.000.000,-. Konstruksi bangunan kira-kira Rp 1.000.000.000,-. Pembebasan tanah butuh biaya Rp 3.000.000.000,-. Jadi pemegang saham harus menyediakan modal Rp. 7.000.000.000,-.

Senin, 06 April 2009

ULIL AMRI

Pendahuluan

Dalam kehidupan bermasyarakat, islam sebagai agama yang bersifat universal telah memberikan konsep-konsep pokok tentang hubungan antara pimpinan dengan orang yang dipimpinya. Petunjuk tersebut dapat dipahami dari ayat-ayat al-Quran dan praktek yang telah dilakukan oleh Rasulullah selama kepemimpinan beliau di Mekkah dan Madinah. Dan juga dapat dijadikan acuan praktek-praktek kepemimpinan pada masa Khulafah al-Rasyidin.

Namun, praktek tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi umat pada waktu itu sehingga tidak bisa serta merta seluruh praktek tersebut layak pakai untuk kondisi kemasyarakan saat ini. Tetapi tidak mungkin pula mengabaikan begitu saja perilaku kepemimpinan tersebut. Jadi untuk tetap bisa dipakai, maka harus dicari nila-nilai yang tersembunyi dari setiap perilaku tersebut yang kemudian disesuaikan keadaan saat ini tanpa mengurangi nilai-nilai tersebut.

Nilai-nilai dari perilaku tersebut bisa dirujuk kembali kepada al-Quran yang menjadi sumber utama dalam setiap praktek tersebut. Dengan adanya ayat yang memberikan gambaran pokok tentang prinsip kemasyarakatan dan kemudian dikompromikan dengan paraktek Rasulullah dan para sahabat beliau, maka nilai-nilai yang menjadi dasar pelaksanaan tadi tidak hilang danberkurang sehingga umat islam tetap berpegang teguh pada ajaran agamanya.

Pengertian

Tafsir at-Thabari, sebuah kitab tafsir klasik yang ditulis oleh ulama besar Abu Jafar Muhammad bin Jarir at-Thabari dan banyak dirujuk oleh para mufassir berikutnya, menyebutkan bahwa para ahli ta'wil berbeda pandangan mengenai arti ulil amri. Satu kelompok ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ulil amri adalah umara. Berkata sebagian ulama lain, masih dalam kitab tafsir yang sama, bahwa ulil amri itu adalah ahlul ilmi wal fiqh (mereka yang memiliki ilmu dan pengetahuan akan fiqh). Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa sahabat-sahabat Rasulullah-lah yang dimaksud dengan ulil amri. Sebagian lainnya berpendapat ulil amri itu adalah Abu Bakar dan Umar. (Lihat lebih jauh dalam Tafsir at-Thabari, juz 5, h. 147-149)

Imam al-Mawardi dalam kitab tafsirnya menyebutkan ada empat pendapat dalam mengartikan kalimat "ulul amri" pada QS An-Nisa:59. Pertama, ulil amri bermakna umara (para pemimpin yang konotasinya adalah pemimpin masalah keduniaan). Ini merupakan pendapat Ibn Abbas, as-Sady, dan Abu Hurairah serta Ibn Zaid. Imam al-Mawardi memberi catatan bahwa walaupun mereka mengartikannya dengan umara namun mereka berbeda pendapat dalam sabab nuzul turunnya ayat ini. Ibn Abbas mengatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abdullah bin Huzafah bin Qays as-Samhi ketika Rasul mengangkatnya menjadi pemimpin dalam sariyah (perang yang tidak diikuti oleh Rasulullah saw.). Sedangkan As-Sady berpendapat bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Amr bin Yasir dan Khalid bin Walid ketika keduanya diangkat oleh Rasul sebagai pemimpin dalam syari’ah.( http://media.isnet.org/isnet/Nadirsyah/ulilamri.html)

Kedua, ulil amri itu maknanya adalah ulama dan fuqaha. Ini menurut pendapat Jabir bin Abdullah, al-Hasan, Atha, dan Abi al-Aliyah. Ketiga, Pendapat dari Mujahid yang mengatakan bahwa ulil amri itu adalah sahabat-sahabat Rasulullah saw. Pendapat keempat, yang berasal dari Ikrimah, lebih menyempitkan makna ulil amri hanya kepada dua sahabat saja, yaitu Abu Bakar dan Umar. (Tafsir al-Mawardi, jilid 1, h. 499-500)

Perbedaan pengertian ini terjadi karena tidak adanya penjelasan secara konkrit tentang defenisi ulil amri dalam al-Quran dan hadis maupun sumber riwayat lainnya. Perbedaan pendapat yang dikemukakan oleh at-Thabari dan al-Mawardi di atas dapat dilihat bahwa pendapat yang pertama dan kedua lebih kuat dari yang lainnya. Karena kata ulil amri tidak hanya dipakai pada masa Rasulullah saja tetapi juga sampai akhir zaman. Hal ini disinyalir dalam al-Quran bahwa ada kewajiban untuk untuk mentaati Allah, Rasul-Nya dan juga ulil amri. Jika ulil amri diartikan para shahabat ataupun Abu Bakar dan Umar, maka bertentangan dengan ayat tersebut.

Perbedaan antara pengertian yang pertama dan kedua terletak pada wewenang kepemimpinannya. Pendapat pertama membatasi kekuasaan ulil amri hanya masalah kedunian saja, sedangkan masalah agama dipimpin oleh ulama. Sedangkan pendapat yang kedua kebalikan yang pertama, ulil amri adalah para ulama dan fuqaha.

Ahmad Mustafa al-Maraghi menyebutkan bahwa ulil amri itu adalah umara, ahli hikmah, ulama, pemimpin pasukan dan seluruh pemimpin lainnya dan zuama yang manusia merujuk kepada mereka dalam hal kebutuhan dan kemaslahatan umum. Dalam halaman selanjutnya al-Maraghi juga menyebutkan contoh yang dimaksud dengan ulil amri ialah ahlul halli wal aqdi (legislatif ?) yang dipercaya oleh umat, seperti ulama, pemimpin militer dan pemimpin dalam kemaslahatan umum seperti pedagang, petani, buruh, wartawan dan sebagainya. (Tafsir al-Maraghi, juz 5, h. 72-73)

Pengertian yang diberikan oleh al-Maraghi ini lebih luas cakupannya. Ulil amri tidak hanya pemimpin agama atau pemerintahan saja tetapi setiap orang yang diberikan amanah untuk memimpin suatu kelompok atau lembaga yang dipercaya mampu mengemban tugas tersebut demi kemashlahatan ummat. Dan tidak lagi dibatasi antara masalah agama atau dunia. Dengan demikian pendapat al-maraghi ini mudah untuk diterima dan dilaksanakan dalam kehidupan masyarakat saat ini.

Surat Ali imran Ayat 159

Artinya : Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.an membentuk keprebadian nabi Muhammad , sebagai mana sabda beliau : aku dididik oleh tuhanku, maka sunguh baik didikannya. Kepribadian beliau dibentk sehingga bukan hanya pengetahuan yang diberikan Allah kepada beliau melaui whyu tetapi juga kalbu beiau disinari bahkan totalitas wujud beliau merupakan rahmat bagi sekalian alam.(Ali Imran; 159)

Ayat ini diturunkan setelah perang uhud, ketika itu sebagian sahabat ada yang melanggar perintah Nabi. Akibat pelanggaran tersebut menyeret kaum muslimin kedalam kegagalan sehingga kaum musyrikin dapat mengalahkan mereka. Rasulullah sendiri mengalami luka-luka, namun Nabi tetap sabar, tahan uji dan bersika lemah lembut serta tidak mencela kesalahan sahabat. Sikap Rasulullah adalah mengikuti kitabullah, sebab dalam peristiwa tersebut banyak ayat-ayat yang diturunkan.(al-Maraghi,1993: 193)

Rasulullah menampakkan akhlak mulia sebagai seorang pemimpin. Walaupun menderita kekalahan karena kesalahan para sahabat, Nabi tidak membencinya malahan tetap sabar dan membei maaf. Tidak ada seorang sahabatpun yang menginginkan kekalahan itu tetapi karena ada perbuatan yang tidak tepat, makanya kesalahan itu terjadi. Ini mengambarkan bahwa dalam setiap pekerjaan yang diakukan secara bersama, semua orang menginginkan keberhasilan. Namun jika kegagalan yang terjadi maka tidak boleh saling menyalahkan, karena semua pihak telah berusaha semaksimal mungkin.

Dengan memaafkan kesalahan dan tetap sabar adalah sebagai bentuk penyadaran yang halus kepada orang yang berbuat kesalahan. Selanjutnya mereka akan berpikir, ketika meraka salah telah dimaafkan, maka akan timbul semangat baru untuk memperbaiki kesalahan tersebut. Tetapi jika sebaliknya, meraka dibenci atau ditingalkan, maka tidak ada penyadaran terhadap kesalahan tersebut bahakan akan timbul perpecahan dan permusuhan baru.

Ayat di atas mengisyaratkan perintah untuk memberi maaf dan seterusnya seakan-akan ayat ini berkata: “Sesungguhnya perangaimu wahai Muhammad adalah perangai yang sangat luhur, engkau tidak bersikap keras, tidak juga berhati kasar, engkau pemaaf dan bersedia mendengarkan saran orang lain. Itu semua disebabkan rahmat Allah engkau berlaku lemah lembut terhadap mereka. Dapat menjadi salah satu bukti bahwa Allah SWT sendiri yang medidikmu sehingga semua factor yang dapat mempengaruhi kepribadianmu dihilangkan-Nya”.(Quraisy Shihab, 2002: 257)

Tidak ada keraguan lagi, setiap langkah Nabi Muhammad selalu ditunjuki oleh Allah SWT. Sikap lemah lembut dan tidak berhati kasar merupakan rahmat Allah kepada orang pilihannya yang nantinya sebagai contoh dan tauladan para ummatnya. Sedangkan kita sebagai umat Nabi Muhammad, diberi petunjuk oleh Allah dalam setiap langkah kita melalui perantaran Rasul-Nya, dengan cara menjadikan Nabi Muhammad sebagai suri taudalan. Ketika mampu menauladani sifat lemah lembut dan pemaaf sebagai pemimpin berarti kita telah mendapat petunjuk Allah. Sekarang petunjuk itu sudah ada, tinggal bagaimana cara kita menggunakannya.

Firman Allah: sekiranya engkau bersikap keras dan kasar.., mengadung makna bahwa nabi Muhammad bukanlah orang yang berhati kasar. Ini dimaknai dengan kata لو yang diterjemahkan dengan sekiranya. Kata ini digunakan untuk sesuatu yang bersyarat tetapi syarat itu tidak ada dimiliki oleh Rasulullah. Jika demikian, ketika ayat menyatakan sekiranya engkau bersikap keras lagi berhati kasar, maka itu berarti sikap keras dan berhati kasar tidak ada wujudnya, maka tentu saja, tentulah mereka menjauh diri dari sekelilingmu, tidak akan pernah terjadi.(Quraisy Shihab, 2002: 257)

Sikap keras dan kasar itu telah dihilangkan Allah dari kepribadian Nabi. Karena jika sifat itu ada pada diri Rasulullah, maka orang-orang yang ada disekitar Rasulullah, apakah yang sudah masuk islam atau belum akan meninggalkan islam. Pada prinsipnya manusia mendambakan kelembutan. Jadi sikap lemah lembut Nabi menjadi factor yang sangat menentukan dalam keberhasilan dakwah Rasulullah.

Kata-kata berlaku keras lagi berhati kasar menggambarkan sisi dalam dan luar manusia berlaku kasar merupakan bentuk luar dan berhati kasar adalah sisi dalam kehidupan manusia. Kedua sisi itu dihilangkan dari Rasululah karena memang harus dinafikan secara bersamaan. Karena boleh jadi ada berlaku keras tapi hatinya lembut atau hatinya kasar dan sikapnya tidak tahu sopan santun. Yang terbaik adalah mengabngkan sisi luas dalam perilaku yang sopan, kata-kata yag indah, sekaligus hati yang lembut dan penuh kasih sayang. (Quraisy Shihab, 2002: 257)

Hasan al-Bashri mengatkan bahwa sikap lemah lembut dan tidak kasar yang dimiliki oleh nabi itu merupakan akhlak Rasulullah yang dengan akhlak itu Allah mengutusnya. Makna ayat tersebut dapat dipahami bahwa jika Nabi mengucapkan kata-kata kasar dan berhati kasar, maka mereka aka menjauh dan meninggalkan Rasulullah, tetapi Allah menyatukan hati mereka. Allah menjadikan Nabi bersifat lemah lembut untuk menarik hati mereka untuk masuk islam. Sebagimana yang diriwayatka oleh ‘Abdullh ibn ‘Amr bahwa ia mendapati sifat Rasulullah dalam kitab-kitab terdahulu yaitu tidak bertutur kata kasar dan tidak juga berhati keras. Tidak gemar berteriak-teriak di pasar, juga tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, sebaliknya Nabi memaafkan.(Ibn Katsir, 2008: 338)

Sifat kepemimipan Nabi Muhammmad SAW yang telah dikemukakan di atas merupakan akhlak seorang pimpinan. Pemimpin yang sejati adalah orang yang melaksanakan amanahnya dalam rangka mentaati Allah dan Rasul-Nya. Sifat yang telah dicontohkan oleh Rasulullah adalah kunci kesuksesan dalam menjaga keharmonisan antara pemimpin dan orang-orang yang dipimpinnya.

Salah satu penekanan pokok ayat ini adalah musyawarah. Kata musyawarah sendiri terambil dari kata (شور) syawara yang pada mulanya bermakna mengeluarkan madu dari sarang lebah. Madu bukan hanya manis, tetapi adalah obat bagi banyak penyakit, segaligus sebagai sumber kesehatan dan kekuatan. Itulah yang yang dicari oleh siapapun dan dimanapun. Madu itu sendiri dihasilkan oleh lebah. Jika demikian, yang bermusyawarah adala lebah, makhluk yang sangat disiplin, kerjasamanya mengagumkan, makannya sari kembang, hasilnya madu, di manapun ia hinggap tidak pernah merusak, tidak pernah menggangu kecuali jika diganggu, sengatannya pun obat. Itulah permusyawaratan dan demikian pula yang yang melakukannya, tidak heran jika nabi menyamakan lebah dengan orang mukmin. (Quraisy Shihab, 2002: 258)

Makna ini kemudian berkembang sehingga mencakup segala hal yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain ( termasuk pendapat). Pada dasarnya kata musyawarah hanya digunakan untuk hal-hal yang baik, sejalan dengan makna di atas.

Pemahaman lain yang dapat diambil dari pengertian syura, mengambil madu lebah adalah harus diingat bahwa tidak semua orang bisa dan sangup untuk mengambil madu lebah dari sarangya. Hanya orang-orang tertentu yang mempunyai kemampuan dan mengetahui cara mengambilnya tanpa disengat oleh lebah tersebut. Hal ini mengisyaratkan tidak semua orang layak untuk dijadikan pemimpin umat, hanya orang yang mempunyai kecakapan tertentu saja yang pantas dijadikan pemimpin.

Musyawarah yang pernah dilakukan oleh Rasulullah antara lain menjelang perang Uhud, Rasulullah bermusyawarah dengan para sahabat untuk memutuskan apakah akan tetap bertahan di madinah atau pergi menyonsong musuh. Demikian juga pada perang Khandaq, Rasulullah mengajak para sahabat untuk memusyawarahkan tawanan perdamaian kepada al-Ahzab, dengan memberikan sepertiga hasil buah kota Madinah pada tahun itu. Namun hal itu ditentang oleh Sa’ad ibn Mu’azd dan Sa’ad ibn ‘Ubadah. Rasulullah pun akhirnya membatalkan perjanjian tersebut.(Ibn Katsir, 2008: 340)

Prinsip musyawaah yang harus dipakai, pertama,berlaku lemah lembut, tidak kasar dan tidak berhati keras. Seorang yang melakukan musywarah apalagi berada dalam posisi pemimpin yang pertama yang harus ia sadari adalah tutur kata yang kasar serta sikap keras kepala, karena jika tidak, maka mitra musyawarah akan bertebaran pergi.

Kedua, memberi maaf dan membuka lembaran baru. Maaf secara harfiah berarti menghapus. Memaafka adalah mengahapuskan bekas luka dihati akibat perlakuan pihak lain yang dinilai tidak wajar. Ini perlu karena tiada musyawarah tanpa ada pihak lain. Sedangkan kecerahan pikiran hanya hadir bersamaan dengan sirnanya kekeruhan hati. Di sisi lain, yang bermusyawarah harus menyiapkn mentalnya untuk selalu memberi maaf, karena boleh jadi ketika melakukan musyawarah terjadi perbedan pendapat atau keluar dari pihak lain kalimat atau pendapat yang menyinggung dan jika mampir ke hati akan mengeruhkan pikiran, bahkan menyebakan musyawarah bisa menjadi pertengkaran. (Quraisy Shihab,259)

Manfaat musyawarah antara lain:

1. Melalui musyawarah dapat diketahui kadar akal, pemahaman, kadar kecintaan dan keikhlasan terhadap kemashlahatan umum.

2. Kemampuan akal manusia bertingkat-tingkat dan jalan berpikirnya pun berbeda-beda. Sebab mungkin ada diantara mereka mempunai kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain , bahkan pembesar sekalipun.

3. Semua pendapat dalam musyawarah diuji kemampuannya, setelah itu dipilh yang paling baik.

4. Di dalam musyawarah akan tampak bertautnya hati untuk menyukseskan suatu upaya dan kesepakatan hati.(a-Maraghi, 1993: 197)

Pesan lain dari ayat di atas, ketika musyawarah telah selesai dan telah diambil kebulatan tekad, maka langkah selanjutnya adalah berserah diri pada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berserah diri.(Quraisy Shihab, 2002: 261). Berserah diri dalam artian melaksanakan dengan sepenuh hati hasi musyawarah terebut dan setelah berusaha semaksimal mungkin serta sesui dengan prinsip-prinsip dan aturan yang ada dalam rangka mentaati Allah. Jika hasilnya sesuai dengan yang diharapkan berarti mendapat rahmat dari Allah dan jika gagal, kegagalan itu adalah ujian dari Allah.

Surat asy-Syura Ayat 38

Artinya : dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.

Ayat di atas bagaikan mengatakan, ada kenikmatan abadi itu disiapkan juga bagi orang-orang yang benar-benar memenuhi seruan Tuhan mereka dan mereka melaksanakan shalat secara berkesinabungan dan sempurna, yaitu sesui dengan rukun dan syaratnya serta khusu’ kepada Allah dan semua urusan yang berkaitan dengan kemasyarakatan mereka adalah musyawarah antar mereka yakni mereka memutuskan mealui musyawarah, tidak ada diantara mereka yang bersifat otoriter dengan memaksakan pendapat, dan disamping itu mereka juga dari sebagian rezki yang Kami anugrahkan pada mereka baik harta maupun selainnya, mereka senatiasa nafkahkan secara tulus dan berkesinambungan baik nafkah wajib maupun sunah.(Quraish Shihab, 2002: 511).

Kata syura, sebagaimana yang dijelaskan di atas tadi, bermakna mengambil dan mengeluarkan pendapat yang terbaik dengan memperhadapkan satu pendapat dengan pendapat lain. Sedangkan kata (أمرهم) urusan mereka, menunjukkan bahwa hal-hal yang mereka musyawarahkan adalah hal-hal yang berkaitan dengan urusan mereka dan berada dalam wewenang mereka. Karena masalah ibadah mahdah yang sepenuhnya menjadi Allah tidak dapat mereka musyawarahkan. Di sisi lain, mereka yang tidak terlibat dalam urusan itu, tidak punya wewenang tidak perlu ikut musyawarah kecuali diajak oleh yang berwenang karena mungkin saja yang dimusyawarahkan itu bersifat rahasia.(Quraish Shihab, 2002: 512)

Diriwayatkan dari al-Hasan,”Tidak ada satu kaum yang bermusyawarah kecuali mendapat petunjuk pada urusan mereka yang paling baik”. Dan Ibn Arabi mengatkan pula, “Musyawarah itu melembutkan hati orang yang banyak, mengasah otak dan menjadi jalan menuju kebenaran. Dan tidak ada satu pun yang bermusyawarah kecuali mendapat petunjuk.(al-Maraghi, 1993: 94)

al-Quran tidak menjelaskan bagaimana bentuk Syura yang diajurkan. Hal ini memberikan kesempatan pada setiap masyarakat untuk menyusun syura sesuai dengan perkembangan dan ciri masyarakat masing-masing. Karena turun ayat ini masih dalam periode Mekkah sebelum nabi membangun system pemerintahan dan Negara yang megikat di Madinah.

Surat an-Nisa’ Ayat 135

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.(an-Nisa’: 135)

Ibnu Jarir meriwayatkan dari as-Suddy tentang sebab turunnya ayat ini, bahwa seorang kaya dan fakir mengadukan persengketaannya kepada Rasulullah. Hati beliau cenderung kepada orang fakir dan berpendapat bahwa orang fakir tersebut tidak berbuat zalim terhadap orang kaya. Allah tidak menghendaki tindakan nabi seperti itu. Allah menghendaki agar Rasulullah menegakkan keadilan terhadap orang kaya dan fakir.(al-Maraghi, 1993: 302)

Menilai seseorang tidak bisa hanya dari zahirnya saja. Kasus di atas menyiratkan bhawa tidak ada jaminan bahwa orang yang fakir tidaka akan menzalimi orang kaya. Karena biasanya orang kaya yang sering menzalimi orang fakir. Namun hal itu bertentangan dengan keadilan. Karena keadilan tdak pernah melihat kaya atau fakir tetapi hanya berdasarkan salah dan benar. Maka seorang pemimpin harus berhati-hati terhadap penampilan dan gaya seseorang supaya tidak salah dalam memtuskan perkara. Zahir seseorang bisa saja dihiasi dengan kebaikan tetapi kebenaran tidak akan tertutupi.

Allah memerintahkan pada hamba-Nya yang beriman agar mereka senantiasa menegakkan keadilan, tidak condong ke kiri dan ke kanan, tidak lemah karena celaan orang yang mencela, dan tidak dipalingkan oleh siapapun.

Menjadi saksi karena Allah yakni, hendaknya menunaikan semata-mata mengharapkan wajah Allah. Maka ketika itu kesaksian itu akan menjadi benar, adil dan hak serta tidak mengandung perubahan, penggantian maupun penyembunyian. menjadi saksi karena Allah harus dilakukan walaupun terhadap diri sendiri, walaupun itu merugikan diri sendiri, karena Allah akan menjadikan kelapangan dan jalan keluar dari setiap kesempitan bagi orang-orang yang taat kepada-Nya.(Ibn Katsir, 2008: 691)

Dalam menegakkan keadilan dan memberikan persaksian harus selalu benar dan jujur. Dalam hal ini, kebenaran hanya diukur dengan kebenaran di sisi Allah, tidak ada yang haq selain Allah. Tidak ada dispensasi untuk diri sendiri, orang tua, karib kerabat atau keompok dan golongan unutk tidak berbuat adil. Apalagi menjadikan hawa nafsu sebagai ukuran keadilan. Jadi tidak ada celah untuk berbuat tidak adil dalam agama islam.

Memberikan persaksian harus secara benar meskipun hal itu berhubungan dengan orang tua atau kerabat yang dapat membahayakan mereka. Karena kebenaran adalah hakim bagi setiap orang dan hakim harus didahulukan dari siapapun. Dan juga tidak membela karena kekayaan seseorang dan tidak juga karena kasihan pada yang miskin.karena Allah adalah pelindung mereka. Selanjutnya dilarang bersikap tidak adil karena hawa nafsu, fanatic golongan atau ada rasa benci pada seseorang.(Ibn Katsir, 2008: 691)

Perintah keadilan dapat dikemukakan dengan mengtakan (إعدلوا) I’dilu yang artinya berlaku adillah. Lebih tegas dari kalimat tersebut mengunkan kata (كون مقسطين) jadilah orang-oran yang adil, dan yang lebih tegas dari ini (كون قا ئمين بالقسط) jadilah penegak-penegak keadilan. Dan puncaknya adalah kata di atas, yang maksudnya hendaklah secara sempurna dan penuh perhatian kamu jadikan penegak keadilan menjadi sifat diri kamu dan kamu laksanakan dengan penuh ketelitian sehingga tercermin dalam seluruh aktivitas lahir dan batinmu. (Quraisy Shihab, 2002: 616).

Firman Allah (فلا تتبعوا هوى أن تعدلوا ) janganlah kamu mengikuit hawa nafsumu karena ingin menyimpang dari kebenaran, dapat juga berarti janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena enggan berlaku adil. Kata (خبير) digunakan untuk siapa yang mendalami masalah. Menurut Imam al-Ghazali, al-Khabir adalah sesuatu yang tidak tersembunyi bagi Allah.(Quraisy Shihab, 2002: 117)

Kesimpulan

1. Ulil amri adalah setiap orang yang diberikan amanah untuk memimpin suatu kelompok atau lembaga yang dipercaya mampu mengemban tugas tersebut demi kemashlahatan ummat. Dan tidak lagi dibatasi antara masalah agama atau dunia.

2. Seorang pemimpin harus bersikap lemah lembut dan tidak berlaku kasar dalam memimpin. Karena kelembutan adalah dambaan setiap manusia dan sebaliknya sikap kasar menyebabkan orang lain meninggalkan kita.

3. Sikap pemaaf dan sabar harus ditanamkan dalam diri seorang pemimpin. Karena setiap manusia mempunyai potensi untuk melakukan kesalahan. Pemimpin yang mampu bersabar untuk memaafkan orang yang bersalah menunjukkan kelembutan hatinya sebagaimana Rasulullah memaafkan para sahabat yang melakukan kesalahan dalam perang Uhud.

4. Musyawarah adalah media untuk mengeluarkan seluruh ide dan pikiran cemerlang menuju kemashlahatan ummat. Musyawarah diibaratkan mengambil madu lebah dari sarangnya dan hanya orang tertentu (pemimpin) yang mampu melakukannya. Dan kemudian memberikan madu itu kepada setiap orang (peserta musyawarah) sehinga semuanya dapat menikmati manfaat madu terebut.

5. Dalam menegakkan keadilan dan persaksian harus selalu menjunjung tingi kebenaran yang datang dari Allah. Islam tidak memberikan celah untuk berbuat tidak adil walaupun itu berhubungan dengan diri sendiri, orang tua, karib kerabat atau lainnya.

DAFTAR PUSAKA

al-Maraghi, Ahmad Mustafa, Tafsir al-Maraghi.(diterjemahkan oleh Bahrun Abu Bakar dan Hery Noer Aly)PT. Karya Putra Thoha; Semarang, 1993. Jilid 2 dan 6

al-Mubarakfuri, Syafiyurrahman.Tafsir Ibn Katsir.(diterjemahan oleh Abu Hasan al-Atsari)Pustaka Ibnu Katsir; Bogor. 2008. Jilid 2

Hosen, Nadirsyah. Makna Ulil Amri dalam Kitab Tafsir. http://media.isnet.org/isnet/ Nadirsyah/ulilamri.html

Shihab, Quarisy. Tafsir al-Mishbah.Lentera Hati; 2002. Jakarta. Jilid 3 dan 9